Saturday, August 2, 2025
HomeEvent JogjaWayang Hip Hop Tarik Segmen Penikmat Baru

Wayang Hip Hop Tarik Segmen Penikmat Baru

Sejak Selasa siang lalu (24/6) pelataran Serangan Oemoem 1 Maret (SO1M) terlihat dibenahi. Beberapa anak muda sedang berlatih untuk pementasan malam harinya. Tidak hanya penari. Ada pula perawit, pemusik tradisi, dan pengayom kesenian lainnya. Mereka sibuk dengan persiapannya masing-masing. Hari itu perwakilan beberapa provinsi anggota Mitra Praja Utama (MPU) berkumpul. Mereka tidak hanya menampilkan kesenian. Mereka juga mengenalkan kesenaian. Para anggota ini sepakat melestarikan kesenian daerah masing-masing. Asisten Sekretaris Daerah I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov DIJ Drs Sulistyo menyatakan, pementasan ini merupakan wujud nyata pelestarian seni. Terlebih dengan adanya bentuk kerja sama, ujarnya, pelestarian akan lebih optimal.  Wujud menampilkan ragam kesenian di luar teritorial merupakan upaya baru pelestarian. Jogjakarta yang bergabung dalam MPU menilai kegiatan ini merupakan langkah kongkret pelestarian dan pengenalan kesenian yang ada. ”Untuk tahun ini Jogjakarta menjadi tuan rumah penyelenggaran Festival Seni Tradisi. Tentunya pentas ini merupakan kesempatan emas, tidak hanya bagi Jogjakarta tapi juga provinsi lainnya,” kata Sulistyo.

Dalam kesempatan ini, Jogjakarta menampilkan potensi kontingen kabupaten dan kota. Masing-masing menampilkan kesenian tradisi maupun kontemporer.  Kota Jogja menampilkan kesenian Wayang Hip Hop, Sleman menampilkan kesenian Badui, Kulonprogo mengusung alat musik bambu krumpyung.Sedangkan Gunungkidul menampilkan tayub dan Bantul membawakan jathilan anak.  Ketua Penyelenggara Festival Tari Nusantara Drs Yata mengatakan, pementasan ini merupakan wujud pendekatan kepada generasi muda. Pemilihan pentas di Monumen SO1M juga merupakan salah satu strategi.  Ini karena tempat ini merupakan titik strategis berkumpulnya anak muda. Selain itu, dengan menampilkan ragam seni dari daerah lain maka akan memancing animo penonton untuk hadir.

”Seperti yang kita tahu titik ini merupakan kawasan penting. Pengunjungnya benar-benar umum dan didominasi generasi muda. Membantu dalam melestarikan dan mengenalkan kesenian yang kita miliki,” kata Yata. Yata lantas menceritakan pemilihan setiap kontingen Jogjakarta ini. Wayang Hip Hop yang mewakili Kota Jogja memiliki nilai tersendiri. Wayang dikemas sedemikian rupa menjadi sebuah pertunjukan modern sehingga mampu menarik segmen penikmat baru. Meski dikemas modern, nilai filosofis sebuah wayang tetap tertanam di kelompok ini. Menurutnya, wujud pelestarian dalam kemasan baru diperlukan untuk menjawab tantangan zaman. “Tapi tidak serta merta meninggalkan yang sudah menjadi akar kuat. Pengemasan mungkin berbeda secara fisik, dari segi esensi masih sama. Bagaimana mengemas rapper yang berkolaborasi dengan musik tradisi. Unik tapi juga memiliki misi kuat,” katanya. Kontingen Sleman menampilkan tari Badui yang kental dengan nuansa islami. Lagu pengiring tarian ini sarat akan puji-pujian kepada Sang Pencipta. Selain itu, tarian yang dibawakan belasan lelaki dewasa ini juga bercerita tentang keprajuritan.

Tarian yang terbagi mejadi beberapa fragmen ini lanjut Yata awalnya berasal dari Kedu. Seiring perkembangan zaman, tarian ini berkembang pesat di Sleman. Tentunya dengan sejumlah penyesuaian, tarian ini menjadi kekayaan khasanah seni di Sleman. ”Perpaduan yang unik disajikan oleh kesenian ini. Mulai dari seni, budaya hingga bentuk pengenalan agama pada zaman dahulu. Kesenian ini merupakan pengembangan dari seni aslinya, namun sudah mengakar kuat di masyarakat,” terang Yata. Musik krumpyung yang terkenal dengan bahan dasar bambu disajikan kontingen Kulonprogo. Meski tidak menggunakan tetabuhan logam, krumpyung mampu menghadirkan harmoni nada yang indah. Bahkan, suara yang dihasilkan dapat menyamai gamelan yang terbuat dari logam. Tayub Gunungkidul menyajikan tarian yang kaya akan makna filosfis. Tarian yang dilakukan berpasangan ini bermakna tentang kesuburan. Di Gunungkidul, tarian ini kerap dibawakan saat masa panen, bersih desa, dan upacara adat lainnya.

“Para penarinya disebut sebagai tledhek dan kerap dimitoskan sebagai perwujudan Dewi Sri. Sosok dewi yang memberikan kesuburan bagi tanah-tanah petani. Sehingga kerap ditampilkan saat panen raya,” kata Yata. Kontingen Bantul hadir dengan pelestarian kesenian Jathilan Anak. Pelatih kelompok ini, Totok Riyanto, mengungkapkan pelestarian dan pengenalan bukan merupakan kendala utama. Kendala terbesar justru saat anak yang berlatih tidak mendapatkan wadah untuk mengapresiasi. Dalam regenerasi, anak-anak di Desa Margomulyo, Bantul, sudah mengenal jathilan sejak usia dini. Ini karena pementasan jathilan dewasa masih rutin digelar. Hal ini bermanfaat bagi anak-anak di Desa Margomulyo untuk mengenal lebih dalam jathilan. ”Peran aktif semua elemen tentunya sangat penting. Terlebih pengenalan terhadap anak tentang penting kesenian tradisi atau kesenian kontemporer. Ini karena kesenian merupakan salah satu faktor pembentukan karakter dan jati diri,” kata Totok. Selain Jogjakarta, setiap kontingen juga menampilkan kekayaan seni masing-masing. Bali menampilkan Kawit Legong, yang menceritakan tentang perjalanan Putra Raja Sukawati, I Dewa Agung Karna. Dia sedang bertapa di Pura Payogan Agung.

Dalam masa bertapa itu, I Dewa Agung Karna terinspirasi menciptakan Tari Legong Kraton. Tari ini menjadi akar lahirnya Kawit Legong yang kerap ditampilkan hingga saat ini. Tarian ini menyajikan unsur seni tari, karawitan, vocal, dan pewayangan tradisi Bali. ”Merupakan warisan turun temurun di lingkup masyarakat Bali. Garapan ini tetap bertumpu paad akar seni budaya Bali,” kata penata tari Ida Ayu Made Diastini. Jawa Timur tampil dengan Sayembara Sada Lanang. Pementasan ini lebih mirip disebut sebagai sendratari. Mereka mengisahkan perjuangan Prabu Klana Sewandana mempersunting Dewi Ragil Kuning. Cerita yang merupakan bagian dari kisah Panji Nusantara ini ditampilkan apik oleh delapan penari. Adegan inti dari sendratari ini adalah saat Prabu Klana Sewandana bertarung dengan Raden Gunungsari. ”Pementasan seperti ini sangatlah penting sebagai wujud pelestarian. Apalagi dalam pementasan ini menyajikan kisah Panji Nusantara yang merupakan peninggalan asli nenek moyang,” kata Suroso, pimpinan produksi kontingen Jawa Timur. Jawa Tengah hadir dengan kesenian tari dolalak. Untuk penampilan kali ini, Jawa Tengah mengangkat judul Lentera Jawa 2. Tarian ini menyajikan keindahan olah gerak tubuh penarinya. Gerakan tubuh ini berpadu apik dengan irama rebana.

Tarian ini, menurut Pimpinan Produksi F. Untariningsih, bercerita tentang keserasian alam dan manusia. Irama gerakan dan musik yang rancak memiliki makna filosofis yang dalam. Dengan dikemas secara kesenian pesan ini disampaikan sebagai wujud keseimbangan alam dan manusia. “Tentunya setiap pesan, makna filsofis dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk. Sehingga seni mampu memiliki makna lebih dan khasanah bagi semuanya. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan seni tradisi yang dimiliki, tentunya patut diapresiasi,” kata Untarimingsih. Ide awal Festival Seni Tradisi ini akan menampilkan sepuluh perwakilan anggota MPU. Namun beberapa provinsi memiliki agenda seni budaya masing-masing. Bahkan, diawal kesepakatan Kontingen Lampung akan turut berpartisipasi dengan menampilkan Betan Sumbing dan Muli Belading. ”Selain ada agenda, beberapa kontingen belum bisa mengeluarkan kontingennya. Ini karena proses seleksi untuk tampil sangatlah ketat. Harus benar-benar mewakili provinsi tersebut,” kata Yata. (*/amd)

Via radarjogja

RELATED ARTICLES

Most Popular