Yogyakarta — Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan jika guguran yang terjadi di Gunung Merapi hingga sempat terdengar oleh warga dikarenakan terjadinya tekanan dari dalam tubuh Gunung Merapi.
Serba-serbi
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Hanik Humaida mengatakan jika guguran terjadi ketika ada tekanan magma ke permukaan. Sehingga, material-material yang ada di puncak Gunung Merapi gugur karena tidak stabil.
“Magma itu kan terus menuju ke permukaan, karena ada magma yang menuju permukaan material yang di atas jadi tidak stabil. Karena tidak stabil maka material yang ada di atas jatuh (ngglundhung) sehingga menimbulkan suara gemuruh,” ujar Hanik Humaida, Selasa (17/11/2020).
Termurah
Lebih lanjut, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi menyatakan jika dalam status siaga (level tiga) Gunung Merapi, sekarang ini terdeteksi adanya dua kantong magma. Dua kantong magma tersebut diprediksi menjadi penyuplai utama material jika nantinya Gunung Merapi mengalami erupsi.
“Pertama, kantong magma dangkal kurang lebih 1,5-2 km dari puncak merapi. Kedua, kantong magma dalam yang jaraknya kurang lebih 5 km dari puncak Gunung Merapi. Dari posisi hiposenter gempa vulkanik saat ini dapat disimpulkan ada dua kantong magma di Gunung Merapi,” sambung Hanik.
Berdasarkan catatan BPPTKG, hingga status Gunung Merapi berubah menjadi siaga level tiga, belum terdeteksi intensitas gempa vulkanik dalam (VA) masih di angka 0. Artinya, membuat kondisi yang berbeda jika dibandingkan pada erupsi pertama tahun 2010. Pada waktu itu, gempa vulkanik dalam bisa mencapai tujuh kali.
Selengkapnya baca HarianJogja | foto ilustrasi
Casciscus