Thursday, June 26, 2025
HomeBerita JogjaPenanganan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta Tercepat di Dunia

Penanganan Bencana Daerah Istimewa Yogyakarta Tercepat di Dunia


Penanganan bencana di DIY mendapatkan apresiasi dari negara-negara asing. Rombongan pejabat Pemerintahan Filipina bahkan bertandang langsung ke DIY untuk berguru kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X terkait rehabilitasi pascagempa 2006 dan eruspi Merapi. Rombongan staf pemerintahan ini diterima langsung oleh HB X di Gedhong Wilis, Kepatihan, Rabu (7/5).

Rombongan terdiri dari Deputi Menteri Filipina, sejumlah staf serta fasilitator World Bank George Soraya. Selain mengunjungi Gubernur, rombongan juga bertandang ke Sleman untuk menyaksikan langsung kondisi masyarakat di sana pascabencana. Mereka ingin mengadopsi terobosan DIY dalam rekonstruksi permukiman pascabencana.

Seperti diketahui, Filipina tengah dirundung duka akibat Topan Haiyan, November 2013. Diketahui, ada sekitar 1 juta rumah warga yang rusak. Sebanyak 800 ribu rumah diantaranya harus direnovasi serta 200 ribu rumah lain harus direlokasi.

Fasilitator World Bank, George Soraya menjelaskan, DIY dinilai memiliki mekanisme yang bagus dalam hal penanganan pascabencana. Hal itu terlihat dari penanganan kerusakan akibat gempa 2006 serta erupsi Gunung Merapi pada 2010. Pada saat itu, DIY menunjukkan prestasi membanggakan.

Pemerintah bisa membuat keputusan berupa rekonstruksi perumahan berbasis masyarakat. “Itu keputusan yang out of the box. Sangat tepat dan berhasil. Harapannya, itu bisa diadopsi oleh Filipina,” ucap George yang mengenakan kemeja batik usai mengikuti pertemuan internal dengan Gubernur siang itu.

Berdasarkan pencermatan World Bank, proses rekonstruksi yang dilakukan DIY merupakan salah satu yang tercepat di dunia. Ia mencontohkan, Amerika Serikat membutuhkan masa lima tahun untuk merekontruksi pemukimannya akibat Badai Katrina pada 25-31 Agustus 2005. Sedangkan di lingkup nasional, Aceh juga butuh lima tahun untuk menyembuhkan lukanya akibat tsunami yang menerjang 26 Desember 2004.

“Sedangkan Yogya hanya butuh 18 bulan untuk merekonstruksi kembali 200 ribu pemukiman yang rusak akibat gempa 2006,” tandasnya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi menjelaskan, Filipina tengah menghadapi kesulitan untuk merekonstruksi pemukiman yang rusak akibat angin taifun berkecepatan 300 km/jam (Topan Haiyan) tahun lalu. Bukan sekedar soal teknis rekonstruksinya, tapi lebih kepada permasalahan kepemimpinan dalam mekanisme rekonstruksinya.

“Untuk menetapkan leader yang bertanggungjawab (rehabilitasi pascabencana, Red) saja belum bisa. Berarti masalahnya ka nada di leadership. Itu yang mereka pelajari juga di Yogya,” ucap Gatot yang mendampingi Gubernur DIY menjumpai rombongan pemerintah Filipina itu.

Selama pertemuan, mereka banyak berbincang tentang kenapa Pemda DIY tidak menyerahkan proses rekonstruksi pemukiman kepada kontraktor. Kenapa, justru menyerahkan proses perbaikan bersama masyarakat (community base). “Dan kenapa DIY bisa secepat ini pulih dari bencana,” terang Gatot.

Faktanya, kearifan lokal masyarakat memang menjadi poin penting dalam proses pemulihan DIY usai dilanda bencana. Sekitar 200 ribu rumah kembali dibangun hanya dengan dana stimulant yang digulirkan ke warga.

Bagi Gatot, itu sangat dipengaruhi oleh karakter pemimpin yang menjabat. Dalam hal ini, Gubernur yang juga bertahta sebagai Raja Keraton Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Tak sekedar penanganan bencana, BPBD DIY kini juga terus menggalakkan upaya preventif terhadap bencana. Sebab, hampir 70 persen desa atau sekitar 300 desa di DIY potensial bencana meliputi bencana banjir, kekeringan, tanah longsor, kebakaran hutan, gempa bumi, angin kencang, epidemi (penyakit) maupun gunung meletus.

Untuk mengantisipasi berbagai potensi bencana itu, BPBD telah membentuk 104 Desa Tangguh Bencana serta sembilan Sekolah Siaga Bencana hingga 2013 lalu.

via tribunnews foto tutinonka

RELATED ARTICLES

Most Popular