Kawasan Tugu Yogyakarta akan dipercantik dengan diorama yang berada disebelah tenggaranya. Diorama tersebut berisi informasi tentang sejarah berdirinya Tugu Pal Putih (bentuk tugu yang sekarang), dilengkapi dengan dua relief yang terbuat dari tembaga serta miniatur Tugu Golong Gilig.
Kasi Purbakala Dinas Kebudayaan DIY Dian Laksmi Pratiwi mengatakan, pembangunan fisik diorama hampir seluruhnya telah diselesaikan tahun 2014, dan akan dilanjutkan tahap penyempurnaan awal tahun 2015. Ditargetkan pengerjaan akan selesai Februari dan bisa dibuka untuk umum pada Maret tahun depan. “Kalau tidak ada halangan Maret sudah bisa dibuka,” kata Dian saat ditemui KRjogja.com di kantornya, Senin (29/12/2014).
Menurutnya, keberadaan diorama ini dimaksudkan sebagai kawasan penyangga tugu yang akan memperkuat sejarah Tugu Golong Gilig sebagai salah satu komponen dari sumbu fiolofis yang membentuk Kota Yogyakarta. Selain itu kawasan diorama akan mempertegas tugu sebagai cagar budaya. “Kita ingin memposisikan tugu sebagai benda cagar budaya yang harus dipresiasi dan dihormati,” katanya.
Dengan demikian, para wisatawan yang ingin berfoto dengan latar belakang Tugu Pal Putih cukup dilakukan di kawasan diorama ini tanpa harus mendekat ke tugu. “Kalau motretnya dari kawasan diorama, latar belakang Tugu justru akan tampak jelas,” katanya.
Perlu diketahui bahwa sebelum Tugu Pal Putih dibangun, dahulu berdiri Tugu Golong Gilig yang bentuknya terdiri atas bentuk bola (golong) dan silinder (gilig) dan lebih tinggi dari tugu yang sekarang. Tugu Golong Gilig dibangun pada masa Sultan Hamengku Buwana I. Namun Tugu Golong Gilig ini runtuh karena gempa bumi pada 10 Juni 1867. Kemudian pada masa Sultan Hamengku Buwono VII, tugu dibangun kembali dengan didukung Residen Belanda Y Mullemester. Pembangunan dibiayai Pepatih Dalem kanjeng Raden Adipati Danureja V diarsiteki perencana YPF Van Brussel.
Tugu selesai dibangun 3 Oktober 1889 dan dikenal dengan ‘De Witte Paal’ atau Tugu Pal Putih. “Kedua relief ini menceritakan tentang sejarah berdirinya tugu,” ujarnya. Agar pengunjung lebih paham, pihaknya juga memasang Videotron yang akan memutar video tentang sejarah tugu berdurasi 10 menit. “Materi video sejarah tugu telah siap,” katanya.
Dikatakan, pembangunan diorama menggunakan Dana Keitimewaan (Danais). Tahap pertama menghabiskan dana Rp 922 juta, sedangkan tahap penyempurnaan diperkirakan membutuhkan dana Rp 200 juta. Di depan relief, juga dibuat semacam peta yang menggambarkan tentang sumbu filosofis. Sumbu tersebut berupa garis lurus yang menghubungkan Panggung Krapyak, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tugu. Selain itu digambarkan pula posisi, Pasar Beringharjo, Masjid Gedhe Kauman dan Stasiun Tugu.
Di kanan-kirinya terdapat gambar Sungai Code dan Winanga. Peta tersebut terbuat dari tembaga yang diletakkan diatas panggung terbuka yang terbuat dari marmer hitam. Panggung dibuat setinggi setengah meter dengan area yang cukup luas sehingga pengunjung leluasa berada diatasnya. Sedangkan lantai disekelilingnnya terbuat dari batu candi. Kawasan diorama juga dilengkapi dengan dua tempat duduk serta toilet.
via krjogja
Baca Juga
Antara Aku dan Yogyakarta: Mulai dari Kisah Cinta Hingga Cara Hidup yang Manusiawi
7 Wisata Tersembunyi di Yogyakarta yang Layak Dijadikan Tujuan Liburanmu Berikutnya
8 Kuliner Ekstrem yang Sayang Dilewatkan Saat Kamu Bertandang ke Yogyakarta