Wow Rp 1,8 T Untuk PLTB Pertama Indonesia di Bantul


Anggota Dewan Energi Nasional, Tumiran berpendapat adanya rencana pihak swasta membangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di pesisir Bantul perlu mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Pakar energi terbarukan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut mengatakan selama ini pengembangan energi terbarukan sering terkendala masalah investasi. “Kalau ada yang investasi untuk energi terbarukan, sebaiknya didukung,” kata dia pada Ahad, 8 Februari 2015.

Tumiran menjelaskan, untuk sektor kelistrikan, Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah pemenuhan kebutuhan yang terus membesar. Sementara mayoritas kebutuhan setrum masih didominasi oleh pembangkit listrik dengan sumber energi bahan fosil seperti batu bara, gas dan minyak. “Artinya, sumber energi terbarukan perlu segera masuk dalam sistem,” kata dia.

Biaya produksi setrum dengan sumber energi konvensional juga terus membengkak. Tumiran mencatat ongkos produksi di pembangkit listrik bertenaga batu bara atau gas telah mencapai Rp1400 per kwh per jam. “Kalau energi terbarukan bisa mendekati angka itu, maka termasuk murah,” kata dia.

Meskipun demikian, Tumiran mengingatkan potensi PLTB di Indonesia sebenarnya masih perlu pengujian. Selama ini, sumber energi alternatif untuk listrik yang diperkirakan memiliki suplai stabil di Indonesia hanya panas bumi, air, biomassa dan matahari. “Kalau angin, suplai energinya tak stabil,” kata dia.

Menurut Tumiran, pembangunan kincir-kincir angin produsen listrik sebenarnya hanya potensial untuk pemenuhan kebutuhan kawasan pesisir yang belum terjangkau PLN. Namun, menurut dia, pengembangan PLTB oleh pihak swasta tetap perlu diapresiasi sebagai perintisan produksi listrik dari energi alternatif.

PT UPC Renewables Indonesia berniat memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berkapasitas 50 mega watt di kawasan pesisir Bantul pada pertengahan 2016. Saat ini, perusahaan investor proyek senilai Rp1,8 triliun atau 150 juta dolar itu masih menuntaskan negosiasi harga penjualan setrum ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Apabila jadi, proyek PLTB raksasa ini menjadi yang pertama di Indonesia.

Manajer PT UPC Renewables Indonesia untuk pengembangan PLTB di Bantul, Niko Priyambada mengatakan optimistis negosiasi harga akan segera selesai. Selama ini negosiasi harga molor karena ada pergantian dewan direksi baru. “Sudah ada kesepakatan soal harga, tinggal menunggu persetujuan direksi baru, mungkin akhir bulan ini,” kata Niko saat berkunjung di Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) Pantai Pandansimo, Jumat pekan lalu.

Dia mengklaim perusahaannya dengan PLN sudah menyepakati harga penjualan listrik produksi pembangkit bertenaga angin ini. Nilainya, berada di kisaran angka Rp1500 per kilo watt (kwh) per jam. “Pokoknya, harganya bisa di bawah itu,” kata dia.

via tempo.co

Baca Juga

Antara Aku dan Yogyakarta: Mulai dari Kisah Cinta Hingga Cara Hidup yang Manusiawi

7 Wisata Tersembunyi di Yogyakarta yang Layak Dijadikan Tujuan Liburanmu Berikutnya

8 Kuliner Ekstrem yang Sayang Dilewatkan Saat Kamu Bertandang ke Yogyakarta


CLOSE
CLOSE