Pagi itu Kamis (5/3/2015), mendung tampak menyelimuti langit Yogyakarta. Di salah satu sudut kota, tepatnya di jalan Gamelan, Kecamatan Keraton, Yogyakarta, tampak seorang kakek penjual pot bunga setia menunggu calon pembeli.
Saat itu, kakek bernama Joyowasito tersebut membawa enam buah pot berukuran kecil dan sedang yang diletakan di atas alat pikul sederhana. “Jika ditanya umur, saya tidak tahu pasti berapa umur saya. Tetapi jika 100 tahun sudah ada,” ujar Joyowasito dengan bahasa Jawa.
Di tengah usianya yang telah mencapai satu abad tersebut, Joyowasito masih tampak semangat memperjuangkan hidupnya dengan mencari nafkah sendiri. Meskipun saat ini dia hidup bersama anaknya yang menjadi pengrajin gerabah di Kasongan, dia tidak mau menggantungkan hidup kepada sang anak.
“Selama saya masih kuat cari uang sendiri, saya akan terus bekerja. Selain itu, berjualan juga menjadi hiburan bagi saya,” kata kakek asal Kasongan, Bantul tersebut.
Pot yang dijual oleh Kakek tersebut didapatkan dari pengrajin yang berada di daerah tempat tinggalnya. Dia menjual pot tersebut dengan harga Rp20 ribu untuk ukuran sedang, dan Rp15 ribu untuk pot berukuran kecil. Berjulan pot yang terbuat dari tanah liat, bukanlah hal baru bagi Joyowasito.
Sejak masa perang kemerdekaan dia telah berjualan pot. Bahkan pada masa itu dia menjual pot hingga ke Surabaya dan Jakarta. Diceritakannya, pada saat itu untuk sampai ke Jakarta ataupun Surabaya dia menggunakan kereta api.
“Saat itu uangnya masih uang receh. Pot yang saya jual harganya masih sekitar 15 sen,” tandasnya. Karena tenaga yang sudah tidak memungkinkan, jika berangkat berjualan saat ini dia menumpang becak.
via tribunjogja
Baca Juga
Antara Aku dan Yogyakarta: Mulai dari Kisah Cinta Hingga Cara Hidup yang Manusiawi
7 Wisata Tersembunyi di Yogyakarta yang Layak Dijadikan Tujuan Liburanmu Berikutnya
8 Kuliner Ekstrem yang Sayang Dilewatkan Saat Kamu Bertandang ke Yogyakarta