Jauh sebelum demam batu akik/mulia melanda masyarakat, sebagian seniman sudah demen mengoleksi aneka jenis batu. Selain sudah berwujud cincin maupun liontin, ada juga yang masih bongkahan atau bahan. Beberapa koleksinya, bahkan termasuk unik.
Seperti halnya seniman patung asal Sumatera Barat dan telah tinggal di kawasan Bodeh Sleman, Basrizal Albara termasuk yang sudah lama mengoleksi beberapa jenis batu akik/mulia asal berbagai daerah.
Bahkan pada 2009 silam, saat pameran patung di Jogja Museum Nasional (JMN) Yogya, Albara menampilkan karya berjudul Cincin Tanda Mata. Batu cincin berbahan batu pancawarna asal Kulonprogo dan fosil kayu dari Pacitan. Uniknya, batu pancawarna dibuat cincin ukuran besar beratnya kisaran 50 kilogram. Ringnya terbuat dari kuningan dengan ukuran 80 x 60 cm. Sedangkan berat fosil kayu 20 kilogram dan ringnya terbuat dari almunium (tinggi 60 cm). Batu-batu ini digosok atau dipoles sendiri.
“Pemasangan ringnya kami percayakan pada teman seniman pematung yang mempunyai usaha pengecoran logam di daerah Bantul,” jelas Albara, Senin (20/7/2015).
Ditemui di tempat tinggalnya, seniman unik ini menjelaskan kedua koleksi batu tersebut tak akan dijualnya. Ia merasa lebih senang untuk dijadikan pajangan di kompleks rumahnya. Beberapa jenis batu lain yang dikoleksi, antara lain black opal asal Banten, red jesper, kalsedon dan raflesia. Sebagian juga dijadikan pajangan seperti ditata di kompleks ruang tamu. Lain halnya dengan jenis batu yang dibuat untuk patung, antara lain batu onyx asal Pacitan, fosil kayu dari Banten, batu andesit dari kawasan lereng Merapi dan batu asal Tulungagung.
“Sejak booming batu akik dan mulia, banyak warga semakin tahu jenis-jenis batu. Untuk mendapatkan beberapa jenis batu, dulu saya mudah membeli dengan borongan, akhir-akhir ini banyak yang model kiloan,” paparnya
via krjogja