Fasilitas Wisata Akan Lengkapi Dua Embung di Gunungkidul


Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Kabupaten Gunungkidul, melakukan pengembangan untuk dua embung di Gunungkidul. Yakni Embung Nglanggeran dan Embung Batara Sriten.

Salah satu di antaranya yakni pengadaan papan rambu menuju objek wisata, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 sebesar Rp200 juta, beberapa di antaranya diletakkan di sejumlah titik yang mengarah ke kawasan wisata Nglanggeran.

Kepala Bidang Pengembangan Produk Wisata Disbudpar Kabupaten Gunungkidul, Harry Sukmono mengungkapkan bahwa pengadaan rambu bertujuan untuk memberikan informasi yang sebenarnya mengenai arah menuju objek wisata kepada para pengunjung. Karena selama ini, tidak dipungkiri ada banyak petunjuk wisata yang dibuat oleh masyarakat, dan diletakkan di lahan milik pribadi.

“Petunjuk yang kita pasang, berbeda dengan yang dipasang masyarakat, agar tidak menyesatkan ,” ungkapnya, akhir pekan lalu.

Sementara pengembangan kedua, yang menjadi prioritas ialah sarana pendukung wisata. Yaitu, membangun pendopo dengan dana APBD 2015 sebesar Rp200 juta.

Pembangunan sarana pendukung dilakukan untuk menarik dan meningkatkan jumlah wisatawan. Pasalnya, sejauh ini untuk objek wisata, Pemkab sudah dibantu oleh kelompok-kelompok sadar wisata desa Nglanggeran yang semakin kuat dan solid dengan program dan pengembangan secara mandiri.

Untuk Embung Sriten, Disbudpar menilai lembaga masyarakat pariwisata setempat masih belum terwadahi secara formal untuk membangun pariwisata di kawasan Embung Sriten.

Memang, lanjut Harry, sudah ada kelompok tani yang menjalankan konsep agrowisata di sana, meski demikian belum secara maksimal menggarapnya sebagai bagian industri kepariwisataan.

Sehingga ke depan, Disbudpar semakin meningkatkan komunikasi dengan Pemerintah Desa setempat dan mematangkan konsep yang tepat untuk dibangun bersama kelompok aktivitas masyarakat di kawasan Sriten.

“Kita harus menyiapkan dokumen perencanaan untuk kebutuhan pariwisata juga, yang dibutuhkan itu fasilitas pariwisata saja atau di samping itu, dibutuhkan pendukung pariwisata?” terangnya.

Akses menuju Embung Sriten dan Embung Nglanggeran, lanjutnya, dilihat menjadi salah satu tantangan pengembangan embung, selain akses dengan tanjakan tajam, luasan jalan menjadi kendala bagi kendaraan ukuran besar ketika berpapasan dengan kendaraan lainnya. Di samping lahan parkir yang masih terbatas.

“Kita memiliki wacana apakah diperlukan shuttle untuk mempermudah akses ke sana, bisa contohnya di belakang Balai Desa Pilangrejo jadi terminal, tapi belum direncanakan,” paparnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Disbudpar Kabupaten Gunungkidul, Eli Martono menyatakan, untuk Embung Sriten, pihaknya secara terbuka mengatakan bahwa embung tersebut belum direkomendasikan sebagai daya tarik wisata Kabupaten Gunungkidul ketimbang Embung Nglanggeran.

Pasalnya, meskipun dua embung ini memiliki daya tarik luar biasa bagi wisatawan, dibandingkan Embung Nglanggeran, di Embung Sriten masih terdapat sejumlah keterbatasan sarana dan prasarana. Selain itu akses yang terbilang cukup berbahaya bagi wisatawan, terutama untuk pengguna kendaraan besar ketika berpapasan di jalan menuju dan meninggalkan Embung Sriten.

“Kami amat mempertimbangkan kesiapan aksesibilitas, kesiapan, dan sarana prasaran pariwisata di tiap objek wisata,” urainya.

Namun di masing-masing embung sudah beberapa kali menjadi lokasi sejumlah event dan kegiatan yang walaupun tidak secara rutin, dianggap dapat menjadi ajang promosi dan membantu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.

Untuk Embung Sriten misalnya, dikenal sebagai lokasi olahraga seperti paralayang, offroad dan kegiatan lainnya yang berbau petualangan.

Sumber HarianJogja