Tanda-tanda musim hujan mulai sudah mulai terasa akhir-akhir ini. Pada saat bersamaan, masa peralihan dari musim kemarau ke musim hujan ini juga menjadi “musim hajatan”. Keadaan ini membuka peluang bagi jasa pawang hujan. Paling tidak, jasa pawang hujan akan mulai kerap dibutuhkan dibanding ketika musim kemarau.
Serba-serbi
Berbeda dengan masa lalu, di era internet sekarang, pawang hujanternyata juga menawarkan jasanya secara online. Termasuk pawang hujan yang ada di Yogyakarta. Dunia tradisional pawang hujan seakan bersatu dengan dunia modern internet.
Seorang pawang hujan warga Sleman, Chandra (41) mengatakan, pawang hujan itu semacam pekerjaan ‘nyeleneh’. Namun nyatanya orang-orang yang sedang memiliki hajatan besar di ruang terbuka (outdoor) kerap memilih alternatif menggunakan jasa pawang hujan demi kelancaran acara.
Termurah
Chandra tidak menawarkan garansi atas jasanya, kendati selama ini kliennya puas dengan pekerjaannya.
Berbeda dengan Chandra, pawang hujan lainnya, R Sutadhiman tidak berpikir untuk berpromosi, apalagi pakai internet. R Sutadhiman menyebut, apa yang dilakukannya bukanlah profesi, tetapi suatu amal. Karena itu, ia pun bahkan tidak menetapkan target dibayar atau tidak, kendati ia kerap dibayar bahkan dalam jumlah besar, apalagi jika yang meminta jasanya adalah proyek-proyek besar.
“Ini bukan profesi, tapi hanya mengamalkan kelebihan. Semua adalah kehendak-Nya. Saya hanya menghayati hidup bertuhan,” tutur R. Sutadhiman, Kamis (29/10/2013).
Namun, baik Chandra maupun R. Sutadhiman sama-sama tidak bisa diminta untuk menjalankan kerjanya secara mendadak. Minimal dua hari sebelum hari-H acara, pemilik hajatan sudah harus menghubungi.
“Permintaan tidak bisa mendadak. Karena saya dan rekan-rekan yang membantu kan harus melakukan permohonan kepada Tuhan. Selain itu, karena saya juga seorang terapis kesehatan, sehingga waktu mesti saya bagi dengan baik,” kata Chandra.
via tribunnews
Casciscus