Perang Tarif Hotel di Jogja


Pelaku industri sektor perhotelan Yogyakarta mulai gerah. Pasalnya, jumlah hotel terus bertambah, sedangkan tingkat penghunian kamar (TPK) justru menurun. Akibatnya, terjadi aksi perang tarif hotel.

Menurut pemilik sekaligus pengelola Puri Pangeran Hotel, Ida Bagus Made Yudistira, perang tarif kamar sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Perang tarif tidak hanya melibatkan hotel non-bintang yang dikelola operator lokal, tetapi juga hotel bintang yang dikelola rantai operator nasional dan internasional.

“Tadinya tarif normal hotel bintang 2 dan 3 sekitar Rp 400.000-Rp 500.000 menjadi hanya Rp 289.000-Rp 350.000 per malam. Sedangkan hotel melati dari semula Rp 200.000-Rp 300.000 menjadi hanya Rp 100.000-Rp 200.000,” ujar Yudistira kepada Kompas.com, Sabtu (30/11/2013).

Guna meredam aksi tersebut, yang dapat berimbas pada iklim bisnis perhotelan yang tidak sehat, PHRI Yogyakarta membuat batasan terendah (ambang bawah) tarif kamar pada Mei 2013 lalu. Untuk tarif kamar hotel bintang lima, ambang bawah Rp 500.000 per malam, bintang empat Rp 400.000 per malam, bintang tiga Rp 300.000 per malam, bintang dua Rp 200.000 per malam, dan non-bintang Rp 100.000 per malam.

“Semua sudah sepakat dan menerima batasan terendah ini dan mulai berlaku di hotel masing-masing secara bertahap,” ujar Istidjab kepada Kompas.com, Selasa (3/12/2013).

Meski kondisi aktual pasar perhotelan Yogyakarta dilanda perang tarif, Istidjab tetap yakin, ke depan pertumbuhan positif akan terus berlanjut. Hal ini lantaran geliat aktivitas bisnis MICE dan jumlah kunjungan wisatawan terus mengalami pertumbuhan. Tahun 2012 saja, Yogyakarta dikunjungi wisatawan mancanegara sejumlah 1,2 juta orang dan turis domestik sebanyak 900.000 orang.

“Terlebih, untuk Yogyakarta, TPK 30 persen saja (hotel-hotel) di sini masih bisa survive. Apalagi TPK di atas 50 persen. Perang tarif hanya terjadi pada masa-masa sepi kegiatan (low season),” imbuhnya.

Gulung tikar

Data yang dilansir Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta, menunjukkan, tahun ini terdapat 60 proposal perizinan hotel baru berkualifikasi bintang 3, 4, dan 5. Sebagian besar dikelola jaringan operator domestik. Sebagian lainnya dikelola oleh bendera asing yakni Accor Group dan Swissbel Hotel Group. Tahun 2014, sebanyak 10 hotel baru siap menyesaki kota.

Padahal, menurut Ketua PHRI Yogyakarta Istidjab M Danunagoro, TPK hotel bintang 3-5 selama periode sembilan bulan, Januari-Oktober 2013, anjlok menjadi 78,4 persen, sementara hotel kelas melati atau non-bintang sebesar 63,1 persen.

Penurunan terjadi karena kue yang diperebutkan makin kecil. Data tersebut saja berasal dari 4.200 kamar yang memenuhi kota. Rerata tarif kamar hotel berbintang mencapai Rp 476.000 per malam.

Yang paling dirugikan dari kondisi tersebut adalah pemain hotel non-bintang. Sudah banyak pemilik hotel yang menetapkan harga kamar jauh lebih rendah dari ambang bawah. Bahkan, tak sedikit yang menjual asetnya kepada investor baru senilai antara Rp 35 miliar hingga Rp 90 miliar untuk hotel berkamar 50-100 unit. Terutama di kawasan Dagen, Sosorowijayan, Prawirotaman, dan Taman Siswa.

via kompas.com