Agung Setyawan, warga Kweni, Panggungharjo, Sewon, Bantul berhasil menemukan potensi batu mulia yang luar biasa di Kabupaten Bantul. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan bersama rekannya, batu mulia di Bantul tidak akan habis meskipun diambil dalam waktu 100 tahun.
“Potensinya luar biasa besar. Tetapi hanya segelintir orang yang mengetahui dan mengelolanya secara profesional. Pemerintah juga kurang mengembangkan,” tutur Agung saat ditemui di markas Paguyuban Niteni belakang Pasar Niten, Kamis (20/11/2014).
Dari beberapa tempat penelitiannya, Agung menemukan batu mulia jenis Chalcedony, Jasper, Agate, Badar Besi, serta masih banyak lagi yang lain. Melihat potensi yang luar biasa, lelaki 35 tahun itu kemudian belajar secara otodidak mengenai pengolahan batu mulia, salah satunya adalah proses penghalusan.
Awalnya, ia mencoba menjual bongkahan batu yang dipotong kecil-kecil di Pasar Klitikan. Namun rupanya, barang dagangannya laris manis diburu pembeli.
Wisata Jogja : Tempat-tempat Menarik Sebagai Bukti Sudah Mengunjungi Jogja
Ia kemudian mengajak pemuda yang menganggur di kampungnya untuk turut aktif dalam bisnis batu mulia. Bapak satu anak tersebut memberikan pelatihan secara gratis bagi siapa saja yang ingin terampil mengolah batu mulia.
Ke mana saja? : Panduan 2-3 Hari Berkunjung dan Menjelajahi Yogyakarta
“Saya enggak ingin sukses sendirian. Saya ajak pemuda-pemuda lain,” tambah Agung.
Terkait dengan bisnis yang dijalani, Agung mengaku jika jumlah produksi batu mulia yang dihasilkan perhari beragam. Biasanya ia memproduksi 25 hingga 50 akik perhari.
Jumlah tersebut kata Agung, akan habis terjual saat ia membuka kiosnya di Pasar Klitikan Niten. Belum lagi dengan batu mulia yang dibuat menjadi souvenir dan interior rumah.
Pengambilan batu mulia pun tak dilakukan perhari, tetapi seminggu sekali dari sungai Progo, Sungai Bedok di Kasihan dan sebuah perbukitan di Bantul. Biasanya, Agung hanya mengambil tiga karung.
Lulusan Jurusan Biologi sebuah universitas ternama di Yogyakarta ini sangat memperhatikan kelestarian lingkungan dalam mengambil batu-batu. “Sebenarnya setiap hari mengambil satu truk bisa. Tapi saya enggak mau seperti itu. Saya juga hanya mengeruk di lapisan permukaan saja agar tidak merusak lingkungan. Yang permukaan saja sepuluh tahun enggak bakalan habis,” ungkap pria berambut cepak ini.
via tribunjogja