Pola letusan freatik Gunung Merapi yang terjadi beberapa hari terakhir pernah terjadi saat pasca letusan 1872 dan 1930. Namun yang membuat erupsi kali ini berbeda dengan perilaku satu dekade terakhir adalah morfologi yang dihasilkan pasca letusan.
Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso menjelaskan kali ini sumbat magma tidak setebal tahun 2006 dan 2010 sehingga memungkinkan terjadinya pelepasan gas dari dalam perut Gunung Merapi secara lebih mudah dan terjadilah letusan freatik berkali-kali.
Sehingga jika ingin memprediksi saat ini pergerakan magma Gunung Merapi sudah mencapai tahap apa, Agus memaparkan, akan sulit dibandingkan dengan gejala tahun sebelumnya.
“Datanya saja tidak bunyi. Membandingkan parameter dulu ketika letusan 2010 idenya memang bagus, tapi sayang, tidak bisa. Dulu peralatan monitoring hanya visual. Tidak ada hitungan gempa dan deformasi. Jadi ini tantangan kita untuk sabar terhadap aktivitas merapi saat ini,” kata Agus, saat Jumpa Pers di kantor BPPTKG Yogyakarta, Rabu (23/5/2018) malam.
Selengkapnya baca > HarianJogja | foto @dwikoen_sastro (ig)
Baca Juga
Antara Aku dan Yogyakarta: Mulai dari Kisah Cinta Hingga Cara Hidup yang Manusiawi
7 Wisata Tersembunyi di Yogyakarta yang Layak Dijadikan Tujuan Liburanmu Berikutnya
8 Kuliner Ekstrem yang Sayang Dilewatkan Saat Kamu Bertandang ke Yogyakarta