JOGYA.COM — Peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa dinamika bibit badai vorteks di Samudera Hindia menyebabkan terjadinya kemarau basah di beberapa daerah di Indonesia.
Hal ini terlihat dari curah hujan yang masih tinggi meskipun sudah memasuki musim kemarau. Erma menyatakan bahwa badai vorteks ini telah menunda awal musim kemarau, sehingga hujan yang sering terjadi di bagian selatan Sumatera dan Jawa akan terus berlanjut hingga dasarian kedua Mei 2025.
Serba-serbi
Dia juga menambahkan bahwa bibit badai vorteks berperan penting dalam meningkatkan aktivitas awan dan hujan di Indonesia, terutama di Sumatera dan Jawa, dengan hujan yang meningkat di sebagian besar wilayah Jawa dalam beberapa hari terakhir. Saat ini, badai vorteks telah berkembang menjadi badai tropis 96S dengan kecepatan angin 30 kilometer per jam, terletak di Samudera Hindia bagian selatan.
Keberadaannya yang dekat dengan pesisir barat Sumatera (Bengkulu) berkontribusi pada pembentukan kluster awan konvektif yang luas hingga pesisir selatan Jawa. Selain itu, pemanasan suhu permukaan di Laut Jawa juga berpengaruh pada pembentukan wilayah bertekanan rendah yang mengakumulasi kelembapan dan mengganggu musim kemarau.
Casciscus
Erma menambahkan bahwa karakter musim kemarau yang biasanya ditandai dengan awan cirrocumulus tidak terbentuk karena aktivitas awan cumulus congestus yang masih berlangsung setiap hari di Sumatera dan Jawa.
Dia juga menyebutkan bahwa kondisi ini tidak hanya menunda musim kemarau di Jawa, tetapi sebagian besar daerah di selatan Sumatera kemungkinan besar tidak akan mengalami kemarau sepanjang tahun ini.
Selengkapnya di Tempo
Termurah