Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Yogyakarta mengembangkan potensi tanaman nyamplung di wilayah Gunungkidul untuk diolah menjadi biodiesel. Pengembangan tanaman ini diharapkan harapan baru untuk penyediaan energi non fosil di masa yang akan datang.
Tanaman nyamplung yang dikembangkan di lahan seluas 25 hektare tersebut merupakan jenis tanaman yang berasal dari Dompu, Nusa Tenggara Barat. Nyamplung jenis ini dipilih karena memiliki rendemen paling tinggi di antara jenis lainnya yang ada di Indonesia.
Menurut peneliti utama BBPBPTH Yogyakarta, Budi Leksono mengatakan pihaknya sudah menanam sebanyak 10 ribu bibit tanaman nyamplung di RPH Gubug Rubuh, Playen sejak Desember lalu. Diharapkan, tanaman tersebut sudah mulai berbuah setelah berumur 3-4 tahun.
“Untuk tahap awal ini dikembangkan 25 hektare. Nantinya masih diperlukan perluasan tanaman 75-100 hektare,” katanya di sela-sela kunjungan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X di RPH Gubug Rubuh, Playen, Kamis (7/5/2015).
Dia menjelaskan, tanaman nyamplung ini cukup mudah untuk dikembangkan di lahan-lahan kritis. Produktivitasnya pun cukup tinggi yakni bisa mencapai 150 kilogram per pohon per tahun.
Di antara tanaman lainnya yang bisa diolah menjadi biodiesel, tanaman nyamplung ini memiliki rendemen minyak yang paling tinggi. Rendemen tanaman bernama latin Calophyllum Inophyllumini bisa mencapai 58 persen. Untuk bisa menghasilkan satu liter minyak nyamplung, hanya membutuhkan sekitar 2,5 kilogram biji nyamplung saja.
via tribunjogja