Acara kunjungan Ratu Juliana ke Indonesia beberapa tahun yang silam menarik perhatian bagi wartawan Belanda adalah kunjungan ke Kraton Jogjakarta. Disana, rombangan disambut dengan upacara adat keraton, yaitu dengan penghormatan pasukan/prajurit Kraton dengan seragam keasliannya.
Salah seorang wartawan Belanda menanyakan pada si penulis, tentang bahasa yang digunakan untuk aba-aba. Saya katakan, lho itu kan bahasa anda (Belanda).
Baca Juga
Profesor ITS Ubah Plastik Jadi BBM RON 98
Tanda-tanda Akan Terjadi Hujan Es
Hotel Murah di Jogja Tarif Mulai Rp 70 Ribuan
Sekali lagi dia kulihat memperhatikan aba-aba yang digunakan, juga lagu-lagu tamburan rupanya menarik perhatiannya. Tentu saja wartawan Belanda tersebut bingung menerkanya, betapa tidak, aba-aba memang menggunakan bahasa Belanda,tetapi dijawakan.
Aba-aba tersebut antara lain sebagai berikut:
“Hip-ah” maksudnya “geeft acht” yang artinya” siap gerak. Rekete (rechtsrichten) = lencang kanan :Hup sekudur uwir (Over shouder geweer) pundak senjata;Honden sekudur uwir: (Aan den schouder geweer) sandang senjata : Hup-ling dan. Hup-reh (hoofd links/hoofd rechrs) = hormat kiri/hormat kanan. Sentir Uwir (presenteer geweer) = hormat senjata, dll.
Menurut Kol. H. Soeprapto (ex Kepala Museum A.D.) Peraturan Baris-Berbaris (P.B.B.) Pradjurit Kraton memang mirip P.B.B. T.N.I. yang kembali seperti P.B.B. KNIL tahun 1939 dengan sedikit perubahan.
Sedang P.B.B. “T.N.I” sekarang mirip PBB Pradjurit Kraton Ngajogjakarta tahun 1938 dan sebelumnya. Hanya bedanya pelaksanaan PBB Kraton itu dengan cara yang enak, sa-madya atau stel kendo.
Begitu pula mengenai musiknya. Lagu-lagu tamburan diiringi seruling untuk lagu-lagu Mars v.d. Broek, Mars Marinier dll,disamping lagu-lagu ciptaan pujangga Kraton sendiri yang biasanya khusus untuk gerak pelahan.
via viva.co.id
Serba-serbi
Mitos Paling Terkenal di Jogja
Misteri Suara Drumband Malam Hari Jogja
Tempat Misterius di Jogja dan Mitosnya