Unik, Sekolah Tanpa Mata Pelajaran, Tanpa Guru, dan Tanpa Seragam ada di Jogja


Sekolah yang didirikan di tengah area persawahan di daerah Nitiprayan , Yogyakarta, ini membalik tatanan pendidikan yang selama ini kita tahu. Sri Wahyaningsih (akrab disapa Wahya), pendiri SALAM memulai sekolah ini pada tahun 2000 lalu dengan kurikulum yang berbeda, yaitu berbasis riset. Jika di sekolah formal, tiap semester anak-anak wajib mengikuti 8-10 mata pelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah, di SALAM mereka memilih sendiri topik riset mereka, baru mengembangkan risetnya ke pengetahuan lain.

Nane misalnya, dari riset soal obat herbal, ia jadi harus belajar juga soal jenis tanaman herbal, cara bertanam, sakit-penyakit, metode pengobatan, industri obat-obatan, bahkan soal roda ekonomi yang bergulir di isu soal obat. Dari satu topik, pengetahuan meluas meliputi berbagai macam hal. Dengan metode seperti ini, pengetahuan yang muncul adalah pengetahuan yang benar-benar dibutuhkan oleh siswa. Tak akan ada pertanyaan galau macam “Kemaren itu susah-susah belajar fisika gunanya buat apa ya?” atau “Ujian matematika disuruh ngitung ribet banget, padahal tiap hari yang kepakai gini doang?”

Menurut Wahya, dengan riset, anak-anak jadi punya pemikiran kritis dan punya solusi. Karena mereka memilih sendiri topiknya, jadi tidak ada pengetahuan yang dipaksakan. Bahkan banyak dari mereka yang sudah punya penghasilan sendiri, karena tak jarang produk hasil riset mereka bisa langsung dijual. SALAM juga punya kegiatan bernama Pasar Legi dan Pasar Ekspresi di mana siswa-siswanya boleh menjual produk hasil buatan mereka sendiri.

Di SALAM, mata pelajaran di sekolah formal justru dianggap seperti kotak yang membatasi insting eksplorasi siswa. Tak cukup dengan diberi batas, siswa dipaksa memenuhi beban nilai yang sangat berat. Menelan ilmu-ilmu yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. “Di sekolah formal saya melihat mereka banyak belajar sesuatu yang belum pas di usianya. Misalnya anak SD belajar tugas MPR-DPR, prosedur cari KTP, Pemilu, itu ngapain? Untuk apa? Harusnya kan mereka belajar soal diri sendiri, potensi diri, apa yang dia lakukan, dan kebutuhan dasar mereka,” ujar Wahya.

Selengkapnya baca > VICE | foto salamyogyakarta.com

Serba-serbi

Mitos Paling Terkenal di Jogja

Misteri Suara Drumband Malam Hari Jogja

Tempat Misterius di Jogja dan Mitosnya