Sebagai kota budaya, Yogyakarta, atau juga dikenal dengan sebutan Yogya, rutin menggelar berbagai festival seni budaya. Salah satunya, Biennale Jogja. “Kebiasaan” yang sama juga dimiliki Edinburgh, ibu kota Skotlandia.
Atas kesamaan inilah British Council mendatangkan pelaksana Edinburgh Festival James McVeigh ke Indonesia guna melatih para pelaksana festival seni independen Yogyakarta dan mewujudkan festival kota pertama di Indonesia: Yogyakarta Festival.
“Baik Yogya maupun Edinburgh adalah kota yang sarat akan sejarah, budaya dan kekayaan alam, saya yakin Yogya dapat membuat festival city seperti Edinburgh,” kata McVeigh saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, pada Senin (20/4).
Kepiawaian McVeigh dan kawan-kawan akan ditularkan kepada para seniman Yogya melalui lokakarya kedua. Sebelumnya, telah dilaksanakan lokakarya pertama, pada Desember 2014, mendatangkan Direktur Program City of Culture Londonderry Shona McCarthy.
Lokakarya kedua akan dilaksanakan pada 22-24 April bertempat di Greenhost Hotel, Yogyakarta. Pelatihan akan dibawakan oleh McVeigh sendiri. Materinya, dari perencanaan, pengelolaan festival, hingga persiapan festival.
Baik McVeigh maupun pihak British Council tak bermaksud menjadi supervisi dari prototipe proyek festival besar di Yogyakarta. Peran mereka sebatas berbagi pengalamannya kepada para pelaksana festival di Yogyakarta ini.
Yogyakarta Festival City diharapkan dapat menjadi festival kota pertama di Indonesia dan mampu mengikuti kesuksesan Edinburgh Festival City yang mampu menyumbang 261 juta poundsterling atau setara Rp 5 triliun bagi perekonomian Skotlandia.
Edinburgh Festival City telah berlangsung sejak 1947. Agendanya terdiri dari Imaginate Festival, Edinburgh International Film Festival, Edinburgh Jazz & Blues Festival, Edinburgh Art Festival, Royal Edinburgh Military Tattoo, dan Science Festival.
Sekalipun sudah digelar sejak 1947, namun baru pada 2007, dibentuk Edinburgh International Festival, organisasi induk strategis yang menaungi tak kurang 12 festival besar bertaraf internasional di Edinburgh.
Edinburgh Festival City sanggup mendatangkan pengunjung sebanyak empat juta orang per tahun. Menurut McVeigh, festival seni ini bisa sukses dengan identitas dan cita-citanya sendiri, tanpa terbawa arus tren yang berkembang di masyarakat.
“Kesalahan yang dilakukan banyak festival,” kata McVeigh, “adalah terlalu mementingkan profit yang akan didapat dengan terlalu mengikuti tren, sehingga menyebabkan gangguan terhadap esensi festival itu sendiri.”
via CNNIndonesia
Baca Juga
Antara Aku dan Yogyakarta: Mulai dari Kisah Cinta Hingga Cara Hidup yang Manusiawi
7 Wisata Tersembunyi di Yogyakarta yang Layak Dijadikan Tujuan Liburanmu Berikutnya
8 Kuliner Ekstrem yang Sayang Dilewatkan Saat Kamu Bertandang ke Yogyakarta